Ikatan Akuntan Indonesia (IAI,
bahasa Inggris:Indonesian Institute of Accountants) adalah organisasi profesi
akuntan di Indonesia. Kantor sekretariatnya terletak di Graha Akuntan, Menteng,
Jakarta.Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi,
yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di
negeri Belanda pada tahun 1956. Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam
negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe, dan Go Tie
Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957. Keempat akuntan ini bersama dengan
Prof. Soemardjo mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa
Indonesia saja. Alasannya, mereka tidak mungkin menjadi anggota NIVA (Nederlands
Institute Van Accountants) atau VAGA (Vereniging Academisch Gevormde
Accountants). Mereka menyadari keindonesiaannya dan berpendapat tidak mungkin
kedua lembaga itu akan memikirkan perkembangan dan pembinaan akuntan Indonesia.
Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima
akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan
bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan
tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk
Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta
menghubungi akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu
Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki
Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai
komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan lainnya memperoleh
jawaban setuju. Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang
diadakan di aula UI pada pukul 19.30.
Susunan
pengurus pertama terdiri dari :
Ketua :Prof. Dr.
Soemardjo Tjitrosidojo
Panitera
:Drs. Mr. : Go Tie Siem
Bendahara : Drs. Sie Bing Tat (Basuki Siddharta)
Komisaris : Dr. Tan Tong Djoe
Komisaris : Drs. Oey Kwie Tek (Hendra Darmawan)
Keenam
akuntan lainnya sebagai pendiri IAI adalah :
Prof. Dr. Abutari
Tio Po Tjiang
Tan Eng Oen
Tang Siu Tjhan
Liem Kwie Liang
The Tik Him
Konsep Anggaran Dasar IAI yang
pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya selesai pada 19
Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Februari 1959. Namun
demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957. Ketika itu,
tujuan IAI adalah: 1. Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu
pendidikan akuntan. 2. Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan. Sejak pendiriannya
49 tahun lalu, kini IAI telah mengalami perkembangan yang sangat luas. Hal ini
merupakan perkembangan yang wajar karena profesi akuntan tidak dapat dipisahkan
dari dunia usaha yang mengalami perkembangan pesat. Salah satu bentuk
perkembangan tersebut adalah meluasnya orientasi kegiatan profesi, tidak lagi
semata-mata di bidang pendidikan akuntansi dan mutu pekerjaan akuntan, tetapi
juga upaya-upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan peran dalam
perumusan kebijakan publikKetuaAhmadi Hadibroto (2006 s.d.
2010)KeanggotaanAnggota IAI dapat dibagi menjadi:Anggota individu.Anggota
individu terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
Anggota biasa adalah pemegang gelar akuntan atau sebutan akuntan sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan pemegang sertifikat profesi
akuntan yang diakui oleh IAI. Anggota luar biasa adalah sarjana ekonomi jurusan
akuntansi atau yang serupa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang
terkait dengan profesi akuntan. Sedangkan anggota kehormatan adalah warga
negara Indonesia yang telah berjasa bagi perkembangan profesi akuntan di
Indonesia. Pada saat didirikannya, hanya ada 11 akuntan yang menjadi anggota
IAI, yaitu para pendirinya. Dari waktu ke waktu anggota IAI terus bertambah.
Para akuntan yang menjadi anggota IAI tersebar diseluruh Indonesia dan
menduduki berbagai posisi strategis baik dilingkungan pemerintah maupun swasta.
Sejak berdirinya hingga akhir tahun 2007, IAI memiliki 6.606 anggota aktif yang
terdiri dari 807 akuntan pendidik, 1.204 akuntan publik, 529 akuntan manajemen
2.975 akuntan pemerintah dan 1.091akuntanlain-lainnya. Anggota asosiasi
Sebagaimana keputusan Kongres Luar Biasa IAI pada bulan Mei 2007, selain
keanggotaan perorangan IAI juga memiliki keanggotaan berupa Asosiasi, dan pada
saat ini IAI telah memiliki satu anggota Asosiasi yaitu Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI),yang sebelumnya tergabung dalam IAI sebagai Kompartemen
Akuntan Publik. Anggota perusahaan Perusahaan pengguna jasa profesi akuntan
sebagai corporate member. Pada akhir tahun 2007, jumlah corporate member
mencapai 72 perusahaan, baik perusahaan terbuka maupun tertutup.Anggota junior IAI
juga membuka keanggotaan selain para akuntan, yaitu para mahasiswa akuntansi
yang tergabung dalam junior member. Keanggotan junior member sampai akhir tahun
2007 mencapai 504 mahasiswa. KerjasamainternasionalPada skala internasional,
IAI aktif dalam keanggotaan International Federation of Accountants (IFAC)
sejak tahun 1997. Di tingkat ASEAN IAI menjadi anggota pendiri ASEAN Federation
of Accountants (AFA). Keaktifan IAI di AFA pada periode 2006-2007 semakin
penting dengan terpilihnya IAI menjadi Presiden dan Sekjen AFA. Selain
kerjasama yang bersifat multilateral, kerjasama yang bersifat bilateral juga
telah dijalin oleh IAI diantaranya dengan Malaysian Institute of Accountants
(MIA) dan Certified Public Accountant (CPA).
Prinsip etika akuntan atau kode etik
akuntan meliputii delapan butir pernyataan. Kedelapan butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki seorang akuntan. Delapan butir
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa professional mereka. Anggota juga
harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi
adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran
yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan Negara. Kepentingan utama
profesi akuntansi adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat pretasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang berlaku untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dalam hal ini
semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan publik yang deberikan kepadanya, anggota harus secara terus menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya. Hal ini dilakukan agar kepercayaan publik
terpelihara dan meningkat pada setiap anggotanya mengenai tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk antara lain, bersikap jujur, dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia peneriam jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas
yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seoran bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industry, pendidikan , dan pemerintah. Mereka
juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara objektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh
melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya
memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak miliki. Kompetensi menunjukkan
terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingakat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa denga
kemudahan. Dalam hal penugasan professional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk
menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman,
dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat-sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa professional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien
atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar