Masih soal hemat dan hebat. Kali ini, kita fokus pada fenomena sampah jadi rupiah. Hmm, apa maksudnya? Tanpa anda tanya sekalipun, fenomena ini pasti kami jelaskan. Begini ceritanya. Sampah yang biasanya dibuang begitu saja, ternyata kalau sampai di tangan orang yang kreatif, bisa berubah menjadi rupiah. Mau contoh? Adalah Yuliastoni, seorang entrepreneur dari Jawa Timur, yang memanfaatkan bulu-bulu angsa sisa pembuatan shuttle cock sejak 2003.
Setelah dikeringkan dan diimbuh warna, bulu-bulu angsa itu diolahnya menjadi hiasan yang apik dan menarik berbentuk kupu-kupu. Dan hadirlah pemanis ruangan, bros pakaian, dan hiasan lemari es.
Sebelumnya Yuliastoni berkubang di pembuatan kapal tradisional dari kayu mahoni yang dimasukkan ke dalam botol. Belakangan bisnis yang ditekuninya sekitar 10 tahun ini dikerubuti pesaing. Terpaksalah ia melirik alternatif dan pilihannya jatuh pada bulu-bulu angsa. Selain kebutuhan lokal, ia sempat memasok kebutuhan mancanegara, di antaranya Turki, Singapura, dan Malaysia. Tampak sudah, di tangan orang yang kreatif, sampah bisa berubah menjadi rupiah. Sekarang kita tengok pula pohon pisang. Orang Jawa menyebutnya debok. Apa istimewanya? Anda tahu sendiri kan, selama ini begitu buah pisang dipetik oleh pemiliknya, pohon pisang akan ditelantarkan begitu saja, sampai-sampai membusuk.
Padahal, siapa sangka itu bisa disulap menjadi tas dan dompet. Setidaknya, inilah yang dilakoni oleh Yanto Suhardani di Nganjuk, Jawa Timur, sejak 2004. Awalnya, pohon itu hanya dikuliti dan dijemur. Tetapi, dengan begini hasilnya tidak bisa bertahan lama. Paling banter hanya dua tahun. Untunglah, Yanto menemukan cara anyar. Apa itu? Selain dikuliti dan dijemur, pohon itu lalu dibilas dengan sabun hingga bersih dari getah. Kemudian dijemur kembali sampai kering, terus dibikin jadi tas dan dompet, yang bisa bertahan sampai sepuluh tahun.
Untuk pemasaran, Yanto condong menjajal pendekatan getok tular alami, selain memajangnya di salah satu supermarket di Surabaya. Anda mau bagaimana hasilnya? Sekelompok ibu-ibu PKK bahkan sempat memesan ratusan tas. Wow! Tak pelak lagi, sampah bisa berubah menjadi rupiah di tangan orang yang kreatif. Lain halnya di Malang. Seorang laki-laki lanjut usia bernama Soekarno membesut wayang kulit dari kertas bekas pembungkus semen yang disebut seplit. Bukan dari kulit binatang seperti kebanyakan. “Yah, saya kan butuh makan. Sementara, modal sudah tidak ada lagi. Kebetulan saya suka wayang,” akunya jujur. Memang, pembungkus semen lebih murah ketimbang kulit binatang.
Anda tidak bakal menemukan bahan baku berupa seplit ini di toko mana pun. Sebabnya, Soekarno sendiri yang meramunya. Serunya, kehadiran wayang seplit ini sempat diakui pemerhati budaya wayang dari Denmark, Belanda, dan Australia. Bahkan seorang seniman Belanda bernama Coor Muller menulis di buku tamu di tempatnya, “You are the real artist! Thank you for your patience to tell me about the meaning of wayang”. Perhatian juga datang dari sederet perwira tinggi TNI Orde Baru. Lagi-lagi terbukti, di tangan orang yang kreatif, sampah bisa berubah menjadi rupiah.
Adapun tokoh-tokoh wayang yang sering dipesan beberapa seniman dari mancanegara antara lain, Kumbo Karno, Anoman, Broto Seno, Punto Dewo dan Punokawan. Keteladanan dari tiga sosok di atas kembali menegaskan bahwa terobosan tidak harus berujung dengan pemborosan. Berbekal sedikit kreativitas, sampah pun tidak ada ubahnya seperti rupiah. Ini baru hemat! Ini baru hebat! Kami yakin Anda tidak akan sanggup membantah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar