Ketika dada seorang insan memperdengarkan gemuruhnya kepada alam, segala bentuk obsesi terungkap kala itu. Tentang nafas dan stamina kehidupan, dinamika, dan yang jauh lebih penting: tentang perlawanan terhadap ketidak-mungkinan; dia ingin menembus masa dengan peluru cita-citanya; dia tak ingin berhenti di sini; ia ingin terus mengabdi, maka ia berkata, “Aku mau hidup seribu tahun lagi’.
Bagi yang mengerti tentu akan melihat hidup ini hanya bagaikan permainan. Hidup juga adalah sebuah sebuah sistem yang dahsyat yang menaungi anak adam dari dulu hingga kini dan entah sampai kapan. Namun sedahsyat apa pun sistem ini ia tetap hanyalah permainan kecil diantara permainan-permainan yang lebih tak terkatakan dalam semesta. Sebuah pemainan dimana setiap pesertanya sedang diajak untuk menanti kematian dengan performance terbaik yang mereka miliki.
Dalam permainan yang namanya berhasil dan gagal, menang dan kalah tentu ada. Bahkan banyak yang berkata bahwa “hidup hanya menunda kekalahan”.Kita boleh gagal, kita boleh salah, pun boleh tertimpa musibah. Namun kita tidak boleh kalah. Setiap kegagalan tadi hendaknya kita jadikan cemeti untuk membangkitkan semangat baru. Kita tidak boleh menyerah kepada kelemahan kita; kita tidak boleh menyerah kepada tantangn hidup, kita juga tak boleh menyerah kepada keterbatasan kita. Kita harus tetap melawan, menembus gelap, supaya kita bisa menjemput fajar. Sebab keberhasilan adalah piala yang direbut, bukan kado yang dihadiahkan begitu saja. Sedangkan menyerah dalam keputusasaan bukanlah bagian dari proses memperebutkan keberhasilan itu. Bahkan ia adalah racun yang menggerogoti cita-cita. Sehingga jadilah tubuh manusia tak lebih seperti bangkai yang mulai membusuk.
Maka tak ada alasan bagi kita untuk berputus-asa. Walau kita melihat potensi yg ada saat ini hanya bagaikan pedang tajam nan tangguh di tangan seorang pengecut yang tewas dengan pedangnya sendiri. Walau kita saat ini dijajah dengan potensi kita sendiri. Saat ini kita tengah gagal. Belum berhasil merubah bongkahan es potensi itu, agar ia menjelma jadi gelombang dahsyat yang mengarusi peradaban lain. Namun ingat, kita belum kalah dan tak boleh kalah. Tak pernah pula kita kenal yang namanya putus-asa karena pernah gagal. Bagi kita kegagalan hanyalah semacam pemantik untuk meledakkan seluruh potensi baru yang terpendam dalam diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar