Akuntansi Internasional. 4EB04. Akuntansi Komparatif Asia-Amerika. Desti Pratiwi. Inese Ghuciano. Nurul Hayah. Wida F Manik. Dosen : Ibu B. Sundari. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Universitas Gunadarma, Depok.
WIDA F. MANIIK
Senin, 08 Juli 2013
Tugas Softskill Akuntansi Internasional 4EB04
Akuntansi Internasional. 4EB04. Akuntansi Komparatif Asia-Amerika. Desti Pratiwi. Inese Ghuciano. Nurul Hayah. Wida F Manik. Dosen : Ibu B. Sundari. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Universitas Gunadarma, Depok.
Rabu, 28 November 2012
International Financial Reporting Standards (IFRS)
1.
Pengertian International
Financial Reporting Standards (IFRS)
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang
diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar
Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh
empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional
(IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal
(IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional
(AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi.
Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar
akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan.
2.
Struktur International
Financial Reporting Standards (IFRS)
International Financial Reporting
Standards mencakup:
·
International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang
diterbitkan setelah tahun 2001
·
International Accounting Standards (IAS) – standar yang
diterbitkan sebelum tahun 2001
·
Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial
Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
·
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations
Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
3. Manfaat dan
Kendala Penerapan IFRS di Indonesia
Globalisasi telah menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas.
Akses informasi dari satu negara ke negara yang lainnya dapat dilakukan dalam
hitungan menit bahkan detik. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens
diantara penduduk dunia (Global Citizen). Salah satu konsekuensi dari
interaksi transnasional ini adalah diperlukannya suatu standarnisasi atau
aturan umum yang dapat dipakai/dipraktekkan di seluruh dunia.
Akuntansi tidak terlepas dari efek globalisasi. Serangkaian
gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh International
Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun 2001 berubah menjadi
International Accounting Standard Board (IASB) bertujuan untuk
mengembangkan suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi, dapat dipahami,
dan diterapkan secara global diseluruh dunia. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sebagai organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di indonesia
telah melakukan langkah-langkah penyeragaman standar akuntansi keuangan. Sejak
tahun 1994 IAI telah melaksanakan program harmonisasi dan adaptasi standar
akuntansi internasional dalam rangka pengembangan standard akuntansinya (SAK
[2009]).
Berdasarkan data perbandingan yang dilakukan oleh Osman
Ramli Satrio dan Rekan terhadap PSAK per 1 Januari 2007 dan standar akuntansi
internasional (IFRS dan US GAAP) diperoleh data bahwa dari 57 PSAK yang ada
sebanyak 28 PSAK dikembangkan dari IFRS dan 20 PSAK dikembangkan dari US. GAAP
sementara 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI. Lebih lanjut 1 PSAK mengenai
syariah dikembangkan dari standard akuntansi yang dibuat oleh Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan
regulasi lokal yang relevan (Deloitte, 2007).
·
Manfaat
Penggunaan Standar International
Penggunaan standar akuntansi internasional dalam pelaporan
keuangan memiliki beberapa manfaat. Pertama, penggunaan standar akuntansi keuangan
dapat meningkatkan keakuratan dalam menilai performa perusahaan yang tercermin
dalam laporan keuangan. Asbaugh dan Pincus (2001) menyatakan bahwa keakuratan
analisis yang dilakukan oleh analis keuangan meningkat setelah perusahaan
mengadopsi/menggunakan standard akuntansi internasional (IFRS). Menurut
Asbaugh dan Pincus (2001) meningkatnya keakuratan analisis dari para analis
keuangan disebabkan karena standar akuntansi internasional mensyaratkan
pengungkapan kondisi keuangan yang lebih rinci daripada standar akuntansi
lokal.
Manfaat kedua dari penggunaan standar akuntansi
internasional adalah dimungkinkannya perbandingan antar perusahaan yang
berdomisili pada dua tempat yang berbeda (contoh: membandingkan perusahaan yang
beroperasi di Indonesia dan yang beroperasi di Australia). Hal ini dimungkinkan
karena kesamaan aturan dan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan sehingga memudahkan dilakukan perbandingan
informasi-informasi keuangan diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
Dengan semakin banyaknya informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan
keuangan dan adanya komparabilitas antara laporan keuangan perusahan satu
dengan perusahaan lainnya dapat menyebabkan turunnya biaya modal yang
dikeluarkan oleh perusahaan/investor (Li, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa konvergensi PSAK dengan IFRS dapat
membawa manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
kemudahaan para investor untuk membandingkan informasi-informasi keuangan dari
perusahaan di Indonesia dengan perusahaan di negara lain. Lebih lanjut lagi
analisis-analisis yang dilakukan oleh para pakar keuangan terhadap informasi
keuangan perusahaan Indonesia dapat lebih akurat sehingga dapat mengurangi
keraguan investor akan kekeliruan pengambilan keputusan berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan para analis.
·
Kendala
Penerapan IFRS di Indonesia
Meskipun penerapan IFRS dapat memberikan manfaat bagi iklim
investasi di Indonesia. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang dapat
menghalangi/mempengaruhi penerapan IFRS di Indonesia. Menurut Perera dan
Baydoun (2007) ada 4 aspek yang dapat menjadi kendala penerapan IFRS di
Indonesia. Lima Aspek Tersebut adalah (1) aspek lingkungan sosial; (2) aspek
lingkungan organisasi; (3) Aspek lingkungan Profesi; dan (4) Aspek lingkungan
individu.
1.
Aspek
Lingkungan Sosial
Indonesia
sebagai negara yang memiliki nilai budaya yang berbeda dengan nilai budaya asal
IFRS dapat mempengaruhi proses pelaksanaan penerapan IFRS di Indonesia. IFRS yang
dikembangkan di negara Anglo-Saxon yang cenderung memiliki nilai budaya
indivilualisme yang tinggi dan jarak kekuasaan (power distance) yang
rendah dapat terkendala penerapannya di Indonesia yang memiliki nilai budaya
berkelompok yang tinggi dan jarak kekuasaan yang juga tinggi. Hal ini
dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat profesionalisme akuntan. Selain itu
penegakan aturan (penerapan IFRS bagi perusahaan-perusaahn di Indonesia) juga
diragukan. ini dikarenakan nilai budaya rakyat Indonesia yang cenderung melihat
seseorang dengan pangkat lebih tinggi juga memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
sehingga dapat menjadi sumber penyelewengan.
2.
Aspek
Lingkungan organisasi
Perusahaan-perusahaan
di Indonesia pada umumnya mendanai kegiatan usaha mereka dengan menggunakan
pinjaman dari bank. Pendanaan perusahaan melalui pasar modal saat ini masih
cenderung minim. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa
hanya 442 perusahaan yang terdaftar di BEI sedangkan data dari Badan Pusat
Statistik pada tahun 2009 mengestimasi perusahaan di Indonesia sebanyak 25.077
perusahaan. Keadaan ini dapat menjadi kendala untuk penerapan IFRS karena
kecenderungan pembiayaan perusahaan masih kepada sektor perbankan. Bank
normalnya dapat memiliki akses langsung ke informasi keuangan perusahaan
sebagai penyedia dana utama. Hal ini mengakibatkan perusahaan belum merasa
butuh untuk menerapkan standar keuangan internasional yang telah terkonvergensi
dalam PSAK. Dapat diasumsikan bahwa perusahaan menganggap manfaat dari
penggunaan IFRS lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi
standar tersebut.
3.
Aspek
Lingkungan Profesi
Penerapan
IFRS di Indonesia seharusnya dibarengi dengan penataan dan penyediaan sumber
daya manusia sebagi motor pelaksanaan standard tersebut. Profesi akuntan di
Indonesia memiliki 4 kategori keanggotaan :
1. Register A: anggota dengan gelar
akuntan yang juga telah berpraktek selama beberapa tahun atau menjalankan usaha
praktek akuntansi pribadi atau kepala dari kantor akuntansi pemerintah;
2. Register B: akuntan public asing
yang telah diterima oleh pemerintah Indonesia dan telah berpraktek untuk
beberapa tahun;
3. Register C: akuntan internal asing
yang bekerja di Indonesia;
4. Register D: akuntan yang baru lulus
dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi atau memegang sertifikat yang telah dievaluasi
oleh komite ahli dan dipertimbangkan setara dengan gelar akuntansi dari
universitas negeri. Kebanyakan dari akuntan yang ada di Indonesia adalah
akuntan dengan kategori D, sehingga sumber daya manusia untuk melaksanakan
standard akuntansi secara memadai masih kurang.
4.
Aspek
Lingkungan Individu
Nilai
budaya masyarakat Indonesia yang kental dengan kolektivisme dan cenderung
memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap lemahnya pengembangan
dan penerapan IFRS di Indonesia. Para professional dikuatirkan bersikap pasif
terhadap draft-draft eksposur karena menganggap tidak perlu berpartisipasi
dalam pembuatan standard (sebagai efek dari tingginya jarak kekuasaan).
Akuntan Publik
Akuntan publik merupakan profesi yang dapat memberikan
jasa audit atas laporan keuangan yang dibuat manajemen. Melalui pemberian jasa
audit ini akuntan publik dapat membantu manajemen maupun pihak luar sebagai
pemakai laporan keuangan untuk menentukan secara obyektif dapat dipercaya
tidaknya laporan keuangan perusahaan. Profesi akuntan publik juga dapat
mempengaruhi pihak luar perusahaan dalam mengambil keputusan untuk menilai
dipercaya tidaknya laporan keuangan yang dibuat manajemen, sehingga akuntan
publik merupakan suatu profesi kepercayaan masyarakat. Atas dasar kepercayaan
masyarakat, maka akuntan publik dituntut harus tidak boleh memihak kepada
siapapun (independen), harus bersifat obyektif, dan jujur.
Dewan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) IAI melalui
SPAP (2001:220.10) menyatakan bahwa: “Standar ini mengharuskan auditor bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan didalam hal ia berpraktik sebaga
auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada
kepentingan siapapun sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia
miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting
untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.” Kode Etik Akuntan Indonesia BAB IV
pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa: “Setiap anggota profesi harus
mempertahankan sikap independent. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang
bisa dipandang sesuai dengan integritas dan objektivitasnya. Tanpa tergantung
efek kebenarannya dari kepentingan itu.”
Independensi merupakan sikap yang tidak mudah dipengaruhi
oleh pihak manapun dan juga tidak memihak kepentingan siapapun. Untuk diakui
sebagai seorang yang bersikap independen, akuntan publik harus bebas dari setiap
interfensi pimpinan dan pemilik perusahaan. Akuntan publik juga tidak hanya
bersifat obyektif dan tidak memihak tetapi harus pula mengindari
keadaan-keadaan yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat atas
sikapnya. Hal ini bertujuan agar akuntan publik dapat memberikan opini yang
obyektif dan jujur atas laporan keuangan klien. Sehingga tidak menyesatkan
pemakai laporan keuangan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi
sangat penting bagi profesi akuntan publik:
1. Merupakan dasar bagi akuntan untuk
merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperika. Apabila
akuntan publik tetap memelihara independensi selama melaksanakan pemeriksaan,
maka laporan keuangan yang telah diperiksa tersebut akan menambah kredibilitasnya
dan dapat diandalkan bagi pihak yang berkepentingan.
2.
Karena profesi
akuntan publik merupakan profesi yang memegang kepercayaaan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi
sikap auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang
disajikan manajemen. Independensi akuntan publik akan diragukan apabila ia
menerima fee selain yang telah ditentukan di dalam kontrak kerja, adanya fee
bersyarat dan menerima fee yang jumlahnya besar dari seorang klien yang
diaudit. Hal ini dapat mengurangi kredibilitas sebagai akuntan publik. Dalam
Rule 302-Contigency fees, code of professional Ethics AICPA melarang pemberian
jasa dengan fee bersyarat. Dalam rapat komisi Kode Etik Akuntan Indonesia tahun
1990 telah mempertegas bahwa imbalan yang diterima selain fee dalam kontrak dan
fee bersyarat tidak boleh diterapkan dalam pemeriksaan. Kode etik tersebut
menjelaskan: Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan,
dilarang menerima imbalan lain selain honorarium untuk penugasan yang
bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan
diperoleh kliennya (Kode Etik IAI,1990 pasal 6, butir 5).
Pihak-pihak yang meragukan independensi akuntan publik
yang menerima fee diluar yang telah disebutkan dalam kontrak beralasan
bahwa:
a. Kantor akuntan yang menerima audit fee
besar merasa bergantung pada klien, meskipun pendapat klien mungkin tidak
sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum atau mengakibatkan akuntan
pemeriksa tidak dapat melaksanakan norma pemeriksaan akuntan secukupnya.
b. Kantor akuntan yang menerima audit fee
besar dari seorang klien takut kehilangan klien tersebut karena akan kehilangan
sebagian besar pendapatannya sehingga kantor akuntan tersebut cenderung tidak
independen.
c. Kantor akuntan cenderung memberikan “Counterpart fee”
yang besar kepada salah satu atau beberapa pejabat kunci klien yang diaudit,
meskipun tindakan ini cenderung menimbulkan hubungan yang tidak independen
dengan kliennya (Supriyono, 1988:60).
Kode Etik
Profesi Akuntan Publik
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus
diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya
Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Timbul dan berkembangnya
profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya
perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan
terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai
diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat
kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik
menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa
atestasi, dan jasa nonassurance.
• Jasa assurance adalah jasa
profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil
keputusan.
• Jasa atestasi terdiri dari
audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed
upon procedure).
• Jasa atestasi adalah suatu
pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang
apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
• Jasa nonassurance adalah
jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan
suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain
keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik
adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
Aturan Etika
a)
Independensi, Integritas, Obyektivitas
- Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota
KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen
dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
- Integritas dan Objectivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota
KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interst) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji
material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan
(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
b) Standar Umum dan
Prinsip Akuntansi
- Standar Umum
- Kompetensi
profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang
secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi
profesional.
- Kecermatan dan
keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional
dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
- Perencanaan dan
supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai
setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
- Data
relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai
untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan
pelaksanaan jasa profesionalnya.
- Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak
diperkenankan:
- Menyatakan
pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan
lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau
- Menyatakan bahwa
ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap
laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku,
apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap
laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa,
laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam
kondisi tersbeut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini
selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan
apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan
penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa
kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan
yang menyesatkan.
Langganan:
Postingan (Atom)